Penyebab, Dampak, dan Kiat-kiat menghindari dampak negatif pacaran di Usia dini
Masa
pacaran adalah salah satu masa yang lazim dijalani individu yang mulai
memasuki usia reniaja. Perkembangan fisik dan psikologis pada remaja
memungkinkan terjadinya ketertarikan terhadap lawan jenis dan keinginan
membentuk hubungan yang lebih dan hubungan pertemanan atau persahabatan,
yang biasa disebut sebagai pacaran (dating). Pacaran merupakan
aktivitas yang berkaitan erat dengan budaya. Pacaran usia dini adalah
bagian dari pergaulan bebas yang dimana pergaulan bebas itu adalah salah
satu penyebab kenakalan remaja.
A. PENYEBAB PACARAN USIA DINI
1. Globalisasi
Globalisasi
pada masa sekarang ini tidak dapat lagi dibendung. Globalisasi yang
paling mempengaruhi para remaja sekarang adalah globalisasi akibat
berkembangnya internet. Dari situlah para remaja mendapat dorongan untuk
mencontoh budaya bangsa barat yang tidak sesuai diterapkan di Indonesia
seperti konsuntif, hedonisme dan gonta-ganti pasangan hidup. Sehingga
mendorong para remaja untuk berpacaran di usia dini.
2. Membuktikan diri cukup menarik
Pada
saat ini, para remaja sudah melewati batas bergaul yang telah di
tetapkan oleh orang tua. Mereka sudah mengenal pacaran sejak awal masa
remaja. Pacar, bagi mereka merupakan salah satu bentuk gensi yang
membanggakan. Selain itu, pacar merupakan sesuatu yang dapat membuktikan
bahwa mereka cukup menarik dan patut untuk mendapat perhatian dar
lingkungan sekelilingnya.
3. Adanya pengaruh kawan
Di
kalangan remaja, memiliki banyak kawan merupakan salah satu bentuk
prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di
mata teman-temannya.
Akan
tetapi, jika tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan
kekecawaan. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya
hidup tertentu pula seperti halnya berpacaran. Apabila si remaja
berusha mengikuti tetapi tidak sanggup memenuhinya maka remaja tersebut
kemunginan besar akan di jauhi oleh teman-temannya.
B. DAMPAK PACARAN DI USIA DINI
1. Dampak Positif
a. Belajar bersosialisasi
Dengan
berpacaran kita akan mampu bersosialisasi dengan pasangan kita,
sehingga kita mampu mengetahui karakteristik seseorang dan membuat kita
tidak canggung dalam bersosialisasi dengan orang asing yang baru kita
jumpai. Karena kita telah belajar bersosialisasi dengan pasangan kita.
b. Mempelajari karakteristik berbagai macam orang
Namun,
kalau kita perhatikan apa yang dapat remaja lakukan ketika dia
mendapati bahwa pasangannya itu tidak cocok dengannya? Kata yang keluar
adalah ‘putus’! Bukannya mencoba untuk bisa mengerti satu sama lain,
para remaja hanya mempelajari untuk bercerai. Bagaimana tidak? Karena
faktor usai yang dibawakan dalam diri hanya emosi sesaat.
Jika
dikatakan alangkah lebih menyenangkan untuk mempelajari diri sendiri
dulu, membenahi diri, dan berupaya untuk bisa beradaptasi dengan banyak
orang. Ketimbang mengikatkan diri dengan satu orang yang kadang kala
membuat sakit hati, lebih baik seorang remaja mencoba untuk berbaur
dengan yang lainnya. Di situ dia bisa ‘mempelajari karakteristik orang
lain’. Dan, dia juga sedang mempelajari dirinya sendiri tentunya.
Setelah
dia bisa mengendalikan emosinya – ini merupakan saat yang tepat untuk
berpacaran – tentunya dia sudah berani berkomitmen. Jadi, berpacaran
bukan hanya untuk having fun. Tidaklah pantas menurut penulis jika
seseorang mempermainkan perasaan orang lain. Lagipula, masa remaja yang
penuh gejolak ini akan sangat memberikan keragu-raguan dalam hal
berpacaran. Maka dari itu, beberapa orang tua melarang anaknya untuk
berpacaran (walau ada juga yang tidak).
2. Dampak Negatif
a. Kekerasan fisik
Koalisi
Antikekerasan di Alabama menyebutkan bahwa satu dari tiga anak
mengalami kekerasan fisik selama pacaran usia dini. Bentuknya seperti
mendorong, memukul, mencekik, dan membunuh. Kejahatan tersebut sangat
tertutup karena pihak korban ataupun pelaku tidak mengakui adanya
masalah selama hubungan kencan. Penyebab kekerasan fisik pada remaja di
antaranya kecemburuan, sifat posesif, dan temperamen dari pasangan si
anak remaja. Pelaku, misalnya, mengontrol cara berpakaian si anak. Hal
itu sebenarnya adalah bentuk kekerasan, yang sering kali dilihat oleh si
anak sebagai bentuk perhatian.
b. Kekerasan seksual
Pemerkosaan
dalam pacaran adalah bentuk kekerasan seksual dalam pacaran. Komisi
Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Indonesia
mengategorikan kekerasan jenis itu sebagai kekerasan dalam pacaran
(KDP). KDP secara seksual terjadi ketika seseorang diserang secara
seksual oleh orang lain yang dikenal dan dipercaya, seperti teman
kencan. Kekerasan seksual dapat juga terjadi saat korban mabuk di suatu
pesta, misalnya. Pesta menjadi ajang yang paling mudah bagi pelaku untuk
mengincar remaja dengan lebih dahulu memberikan narkoba, kemudian
menjadikannya korban kekerasan seksual.
c. Cenderung menjadi pribadi yang rapuh
Anak
remaja yang mulai pacaran sejak usia dini lebih banyak mengalami sakit
kepala, perut dan pinggang. Mereka juga lebih banyak depresi dibanding
rekan seusianya yang belum pernah pacaran.
Seseorang,
yang mengenal cinta lebih dini cenderung menjadi pribadi yang rapuh,
sakit-sakitan, merasa tidak aman dan mudah depresi,
contohnya remaja, akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama jika remaja itu menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.
contohnya remaja, akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama jika remaja itu menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.
Mereka
punya kecenderungan tingkat rasa sakit yang lebih mendalam. Mereka
benar-benar meresapi perasaan buruk seperti sedih atau kesal karena
secara psikologi mereka sudah mengenalnya ketika berhubungan dengan
pasangannya.
akibat
terlalu mendalami perasaan sedih dan emosional itu adalah depresi dan
penyakit lainnya. Karena terlalu sedih atau marah, perasan depresi pun
bisa muncul. Akibatnya mereka jadi tidak mau makan, kurang tidur atau
tidak mau melakukan apa-apa. Dari situlah muncul penyakit-penyakit
seperti pusing, sakit perut dan lainnya
Mereka
yang mengenal cinta dan mengalami masalah dalam berhubungan dengan
pasangan lebih dulu memiliki pandangan yang lebih serius dan sikap yang
lebih tertutup. Hal itu memicu perasaan stres dan penyakit fisik
lainnya.
d. Kehamilan dan penularan penyakit menular seksual
Anak
yang berpacaran di usia dini mengarah pada kemungkinan yang lebih besar
untuk melakukan hubungan seksual. Hal itu sangat memungkinkan
terjadinya kehamilan dan penularan penyakit menular seksual
(PMS). Menurut The Centers for Disease Control (CDC), kelompok remaja
dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko
paling tinggi untuk tertular PMS.
Sekedar mengingatkan bahaya kehamilan pada remaja:
· Hancurnya masa depan karena tidak bisa melanjutkan sekolah.
· Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap.
· Pasangan
pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya
karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
· Remaja
wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis
(dukun bayi, tenaga tradisional) sering mengalami kematian karena
mengalami sakit dan pendarahan yang hebat.
· Pengguguran
kandungan yang diperbolehkan oleh undang-undang, kecuali indikasi medis
(misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga
kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum berat .
· Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami kecacatan dan gangguan kejiwaan saat ia dewasa.
· Jadi bahan pembicaraan dan ejekan masyarakat sekitar .
· Stress berkepanjangan dan bisa jadi GILA.
e. Menurunkan konsentrasi
Hal
ini terjadi jika remaja telah mengakhiri hubungan dengan pacarnya
sehingga emosinya menjadi labil, konsentrasi menjadi buyar karena terus
memikirkan pacarnya sehingga remaja tersebut tidak dapat menyelesaikan
tugas-tugas yang di berikan kepadanya dan mengerjakan ulangan dengan
baik sehingga dapat menurunkan prestasi remaja tersebut.
f. Menguras harta
Akan
menguras harta, karena orang yang pacaran akan selalu berkorban untuk
pacarnya, bahkan uang yang seharusnya untuk ditabung bisa habis untuk
membelikan hadiah untuk pacarnya.
3. KIAT – KIAT MENGHINDARI DAMPAK NEGATIF DALAM PACARAN DI USIA DINI
a. Hati – hati berpacaran
Setelah
melalui fase “ketertarikan” maka mulailah pada fase saling mengenal
lebih jauh alias berpacaran. Saat ini adalah saat paling tepat untuk
mengenal pribadi dari masing-masing pasangan. Sayangnya, tujuan untuk
mengenal pribadi lebih dekat, sering disertai aktivitas seksual yang
berlebihan. Makna pengenalan pribadi berubah menjadi pelampiasan hawa
nafsu dari masing-masing pasangan. Ungkapan kasih sayang tidak
seharusnya diwujudkan dalam bentuk aktivitas seksual. Saling memberi
perhatian, merancang cita-cita serta membuka diri terhadap kekurangan
masing-masing merupakan bagian penting dalam masa berpacaran. Aktivitas
fisik seperti saling menyentuh, mengungkapkan perasaan kasih sayang,
ciuman kasih sayang adalah hal tidak terlalu penting, namun sering
dianggap sebagai bagian yang indah dari masa berpacaran. Pada
batas-batas tertentu hal ini dapat diterima, namun lebih dari aktivitas
tersebut, apalagi pada hal-hal yang menjurus pada hubungan seksual tidak
dapat diterima oleh norma yang kita anut. Karena justru aktivitas
seksual akan mengotori makna dari pacaran itu sendiri.
b. No Seks
Katakan
“tidak pada seks”, jika pasangan menghendaki aktivitas berpacaran
melebihi batas. Terutama bagi remaja putri permintaan seks sebagai
“bukti cinta”, jangan dipenuhi, cuma ngapusi ! Karena yang paling rugi
adalah pihak wanita. Ingat, sekali wanita kehilangan kegadisannya,
seumur hidup ia akan menderita, karena norma yang dianut dalam
masyarakat kita masih tetap mengagungkan kesucian. Berbeda dengan
wanita, keperjakaan pria tidak pernah bisa dibuktikan, sementara dengan
pemeriksaan dokter kandungan dapat ditentukan apakah seorang gadis masih
utuh selaput daranya atau tidak. Kepuasan cuma sesaat , penderitaan
akan selalu menghantui . Ingat !!!
c. Rem Keimanan
Iman,
merupakan rem paling pakem dalam berpacaran. Justru penilaian
kepribadian pasangan dapat dinilai saat berpacaran. Mereka yang menuntut
hal-hal yang melanggar norma-norma yang dianut, tentunya tidak dapat
diharapkan menjadi pasangan yang baik. Untuk itu, “Say Good Bye”
sajalah…! Masih banyak pria dan wanita lain yang mempunyai iman dan
moral yang baik yang kelak dapat membantu keluarga bahagia.
d. Kiat Sadar Diri
1. Niatkan bahwa tujuan berpacaran adalah untuk saling mengenal lebih dekat dan belajar untuk memahami karakter lawan jenis.
2. Hindari pacaran di tempat yang terlalu sepi atau tempat yang mengandung atau mendukung untuk aktivitas seksual.
3. Hindari makan dan minuman yang merangsang sebelum/selama pacaran.
4. Hindari bacaan/film porno yang merangsang sebelum/selama pacaran.
5. Jangan dituruti kalau pasangan menuntut aktivitas pacaran yang berlebihan.
Oleh
karena itu bahwa gaya pacaran yang sehat merupakan sesuatu yang perlu
diperhatikan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Gaya
pacaran yang sehat mencakup berbagai unsur yaitu sebagai berikut:
1. Sehat Fisik.
Tidak ada kekerasan dalam berpacaran. Dilarang saling memukul, menampar ataupun menendang.
2. Sehat Emosional.
Hubungan
terjalin dengan baik dan nyaman, saling pengertian dan keterbukaan.
Harus mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Harus mampu
mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik.
3. Sehat Sosial.
Pacaran
tidak mengikat, maksudnya hubungan sosial dengan yang lain harus tetap
dijaga agar tidak merasa asing di lingkungan sendiri. Tidak baik apabila
seharian penuh bersama dengan pacar.
4. Sehat Seksual.
Dalam
berpacaran kita harus saling menjaga, yaitu tidak melakukan hal-hal
yang beresiko. Jangan sampai melakukan aktivitas-aktivitas yang
beresiko, seperti berciuman hebat (kissing), berpelukan hebat (petting),
meraba-raba bagian sensitif wanita dan apalagi melakukan hubungan seks.
” SAY NO TO SEKS “
Sumber : http://narcissusisflower.wordpress.com/2010/03/04/penyebab-dampak-dan-kiat-kiat-menghindari-dampak-negatif-pacaran-di-usia-dini/
Masa
pacaran adalah salah satu masa yang lazim dijalani individu yang mulai
memasuki usia reniaja. Perkembangan fisik dan psikologis pada remaja
memungkinkan terjadinya ketertarikan terhadap lawan jenis dan keinginan
membentuk hubungan yang lebih dan hubungan pertemanan atau persahabatan,
yang biasa disebut sebagai pacaran (dating). Pacaran merupakan
aktivitas yang berkaitan erat dengan budaya. Pacaran usia dini adalah
bagian dari pergaulan bebas yang dimana pergaulan bebas itu adalah salah
satu penyebab kenakalan remaja.
A. PENYEBAB PACARAN USIA DINI
1. Globalisasi
Globalisasi
pada masa sekarang ini tidak dapat lagi dibendung. Globalisasi yang
paling mempengaruhi para remaja sekarang adalah globalisasi akibat
berkembangnya internet. Dari situlah para remaja mendapat dorongan untuk
mencontoh budaya bangsa barat yang tidak sesuai diterapkan di Indonesia
seperti konsuntif, hedonisme dan gonta-ganti pasangan hidup. Sehingga
mendorong para remaja untuk berpacaran di usia dini.
2. Membuktikan diri cukup menarik
Pada
saat ini, para remaja sudah melewati batas bergaul yang telah di
tetapkan oleh orang tua. Mereka sudah mengenal pacaran sejak awal masa
remaja. Pacar, bagi mereka merupakan salah satu bentuk gensi yang
membanggakan. Selain itu, pacar merupakan sesuatu yang dapat membuktikan
bahwa mereka cukup menarik dan patut untuk mendapat perhatian dar
lingkungan sekelilingnya.
3. Adanya pengaruh kawan
Di
kalangan remaja, memiliki banyak kawan merupakan salah satu bentuk
prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di
mata teman-temannya.
Akan
tetapi, jika tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan
kekecawaan. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya
hidup tertentu pula seperti halnya berpacaran. Apabila si remaja
berusha mengikuti tetapi tidak sanggup memenuhinya maka remaja tersebut
kemunginan besar akan di jauhi oleh teman-temannya.
B. DAMPAK PACARAN DI USIA DINI
1. Dampak Positif
a. Belajar bersosialisasi
Dengan
berpacaran kita akan mampu bersosialisasi dengan pasangan kita,
sehingga kita mampu mengetahui karakteristik seseorang dan membuat kita
tidak canggung dalam bersosialisasi dengan orang asing yang baru kita
jumpai. Karena kita telah belajar bersosialisasi dengan pasangan kita.
b. Mempelajari karakteristik berbagai macam orang
Namun,
kalau kita perhatikan apa yang dapat remaja lakukan ketika dia
mendapati bahwa pasangannya itu tidak cocok dengannya? Kata yang keluar
adalah ‘putus’! Bukannya mencoba untuk bisa mengerti satu sama lain,
para remaja hanya mempelajari untuk bercerai. Bagaimana tidak? Karena
faktor usai yang dibawakan dalam diri hanya emosi sesaat.
Jika
dikatakan alangkah lebih menyenangkan untuk mempelajari diri sendiri
dulu, membenahi diri, dan berupaya untuk bisa beradaptasi dengan banyak
orang. Ketimbang mengikatkan diri dengan satu orang yang kadang kala
membuat sakit hati, lebih baik seorang remaja mencoba untuk berbaur
dengan yang lainnya. Di situ dia bisa ‘mempelajari karakteristik orang
lain’. Dan, dia juga sedang mempelajari dirinya sendiri tentunya.
Setelah
dia bisa mengendalikan emosinya – ini merupakan saat yang tepat untuk
berpacaran – tentunya dia sudah berani berkomitmen. Jadi, berpacaran
bukan hanya untuk having fun. Tidaklah pantas menurut penulis jika
seseorang mempermainkan perasaan orang lain. Lagipula, masa remaja yang
penuh gejolak ini akan sangat memberikan keragu-raguan dalam hal
berpacaran. Maka dari itu, beberapa orang tua melarang anaknya untuk
berpacaran (walau ada juga yang tidak).
2. Dampak Negatif
a. Kekerasan fisik
Koalisi
Antikekerasan di Alabama menyebutkan bahwa satu dari tiga anak
mengalami kekerasan fisik selama pacaran usia dini. Bentuknya seperti
mendorong, memukul, mencekik, dan membunuh. Kejahatan tersebut sangat
tertutup karena pihak korban ataupun pelaku tidak mengakui adanya
masalah selama hubungan kencan. Penyebab kekerasan fisik pada remaja di
antaranya kecemburuan, sifat posesif, dan temperamen dari pasangan si
anak remaja. Pelaku, misalnya, mengontrol cara berpakaian si anak. Hal
itu sebenarnya adalah bentuk kekerasan, yang sering kali dilihat oleh si
anak sebagai bentuk perhatian.
b. Kekerasan seksual
Pemerkosaan
dalam pacaran adalah bentuk kekerasan seksual dalam pacaran. Komisi
Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Indonesia
mengategorikan kekerasan jenis itu sebagai kekerasan dalam pacaran
(KDP). KDP secara seksual terjadi ketika seseorang diserang secara
seksual oleh orang lain yang dikenal dan dipercaya, seperti teman
kencan. Kekerasan seksual dapat juga terjadi saat korban mabuk di suatu
pesta, misalnya. Pesta menjadi ajang yang paling mudah bagi pelaku untuk
mengincar remaja dengan lebih dahulu memberikan narkoba, kemudian
menjadikannya korban kekerasan seksual.
c. Cenderung menjadi pribadi yang rapuh
Anak
remaja yang mulai pacaran sejak usia dini lebih banyak mengalami sakit
kepala, perut dan pinggang. Mereka juga lebih banyak depresi dibanding
rekan seusianya yang belum pernah pacaran.
Seseorang,
yang mengenal cinta lebih dini cenderung menjadi pribadi yang rapuh,
sakit-sakitan, merasa tidak aman dan mudah depresi,
contohnya remaja, akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama jika remaja itu menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.
contohnya remaja, akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama jika remaja itu menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.
Mereka
punya kecenderungan tingkat rasa sakit yang lebih mendalam. Mereka
benar-benar meresapi perasaan buruk seperti sedih atau kesal karena
secara psikologi mereka sudah mengenalnya ketika berhubungan dengan
pasangannya.
akibat
terlalu mendalami perasaan sedih dan emosional itu adalah depresi dan
penyakit lainnya. Karena terlalu sedih atau marah, perasan depresi pun
bisa muncul. Akibatnya mereka jadi tidak mau makan, kurang tidur atau
tidak mau melakukan apa-apa. Dari situlah muncul penyakit-penyakit
seperti pusing, sakit perut dan lainnya
Mereka
yang mengenal cinta dan mengalami masalah dalam berhubungan dengan
pasangan lebih dulu memiliki pandangan yang lebih serius dan sikap yang
lebih tertutup. Hal itu memicu perasaan stres dan penyakit fisik
lainnya.
d. Kehamilan dan penularan penyakit menular seksual
Anak
yang berpacaran di usia dini mengarah pada kemungkinan yang lebih besar
untuk melakukan hubungan seksual. Hal itu sangat memungkinkan
terjadinya kehamilan dan penularan penyakit menular seksual
(PMS). Menurut The Centers for Disease Control (CDC), kelompok remaja
dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko
paling tinggi untuk tertular PMS.
Sekedar mengingatkan bahaya kehamilan pada remaja:
· Hancurnya masa depan karena tidak bisa melanjutkan sekolah.
· Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap.
· Pasangan
pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya
karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
· Remaja
wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis
(dukun bayi, tenaga tradisional) sering mengalami kematian karena
mengalami sakit dan pendarahan yang hebat.
· Pengguguran
kandungan yang diperbolehkan oleh undang-undang, kecuali indikasi medis
(misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga
kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum berat .
· Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami kecacatan dan gangguan kejiwaan saat ia dewasa.
· Jadi bahan pembicaraan dan ejekan masyarakat sekitar .
· Stress berkepanjangan dan bisa jadi GILA.
e. Menurunkan konsentrasi
Hal
ini terjadi jika remaja telah mengakhiri hubungan dengan pacarnya
sehingga emosinya menjadi labil, konsentrasi menjadi buyar karena terus
memikirkan pacarnya sehingga remaja tersebut tidak dapat menyelesaikan
tugas-tugas yang di berikan kepadanya dan mengerjakan ulangan dengan
baik sehingga dapat menurunkan prestasi remaja tersebut.
f. Menguras harta
Akan
menguras harta, karena orang yang pacaran akan selalu berkorban untuk
pacarnya, bahkan uang yang seharusnya untuk ditabung bisa habis untuk
membelikan hadiah untuk pacarnya.
3. KIAT – KIAT MENGHINDARI DAMPAK NEGATIF DALAM PACARAN DI USIA DINI
a. Hati – hati berpacaran
Setelah
melalui fase “ketertarikan” maka mulailah pada fase saling mengenal
lebih jauh alias berpacaran. Saat ini adalah saat paling tepat untuk
mengenal pribadi dari masing-masing pasangan. Sayangnya, tujuan untuk
mengenal pribadi lebih dekat, sering disertai aktivitas seksual yang
berlebihan. Makna pengenalan pribadi berubah menjadi pelampiasan hawa
nafsu dari masing-masing pasangan. Ungkapan kasih sayang tidak
seharusnya diwujudkan dalam bentuk aktivitas seksual. Saling memberi
perhatian, merancang cita-cita serta membuka diri terhadap kekurangan
masing-masing merupakan bagian penting dalam masa berpacaran. Aktivitas
fisik seperti saling menyentuh, mengungkapkan perasaan kasih sayang,
ciuman kasih sayang adalah hal tidak terlalu penting, namun sering
dianggap sebagai bagian yang indah dari masa berpacaran. Pada
batas-batas tertentu hal ini dapat diterima, namun lebih dari aktivitas
tersebut, apalagi pada hal-hal yang menjurus pada hubungan seksual tidak
dapat diterima oleh norma yang kita anut. Karena justru aktivitas
seksual akan mengotori makna dari pacaran itu sendiri.
b. No Seks
Katakan
“tidak pada seks”, jika pasangan menghendaki aktivitas berpacaran
melebihi batas. Terutama bagi remaja putri permintaan seks sebagai
“bukti cinta”, jangan dipenuhi, cuma ngapusi ! Karena yang paling rugi
adalah pihak wanita. Ingat, sekali wanita kehilangan kegadisannya,
seumur hidup ia akan menderita, karena norma yang dianut dalam
masyarakat kita masih tetap mengagungkan kesucian. Berbeda dengan
wanita, keperjakaan pria tidak pernah bisa dibuktikan, sementara dengan
pemeriksaan dokter kandungan dapat ditentukan apakah seorang gadis masih
utuh selaput daranya atau tidak. Kepuasan cuma sesaat , penderitaan
akan selalu menghantui . Ingat !!!
c. Rem Keimanan
Iman,
merupakan rem paling pakem dalam berpacaran. Justru penilaian
kepribadian pasangan dapat dinilai saat berpacaran. Mereka yang menuntut
hal-hal yang melanggar norma-norma yang dianut, tentunya tidak dapat
diharapkan menjadi pasangan yang baik. Untuk itu, “Say Good Bye”
sajalah…! Masih banyak pria dan wanita lain yang mempunyai iman dan
moral yang baik yang kelak dapat membantu keluarga bahagia.
d. Kiat Sadar Diri
1. Niatkan bahwa tujuan berpacaran adalah untuk saling mengenal lebih dekat dan belajar untuk memahami karakter lawan jenis.
2. Hindari pacaran di tempat yang terlalu sepi atau tempat yang mengandung atau mendukung untuk aktivitas seksual.
3. Hindari makan dan minuman yang merangsang sebelum/selama pacaran.
4. Hindari bacaan/film porno yang merangsang sebelum/selama pacaran.
5. Jangan dituruti kalau pasangan menuntut aktivitas pacaran yang berlebihan.
Oleh
karena itu bahwa gaya pacaran yang sehat merupakan sesuatu yang perlu
diperhatikan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Gaya
pacaran yang sehat mencakup berbagai unsur yaitu sebagai berikut:
1. Sehat Fisik.
Tidak ada kekerasan dalam berpacaran. Dilarang saling memukul, menampar ataupun menendang.
2. Sehat Emosional.
Hubungan
terjalin dengan baik dan nyaman, saling pengertian dan keterbukaan.
Harus mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Harus mampu
mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik.
3. Sehat Sosial.
Pacaran
tidak mengikat, maksudnya hubungan sosial dengan yang lain harus tetap
dijaga agar tidak merasa asing di lingkungan sendiri. Tidak baik apabila
seharian penuh bersama dengan pacar.
4. Sehat Seksual.
Dalam
berpacaran kita harus saling menjaga, yaitu tidak melakukan hal-hal
yang beresiko. Jangan sampai melakukan aktivitas-aktivitas yang
beresiko, seperti berciuman hebat (kissing), berpelukan hebat (petting),
meraba-raba bagian sensitif wanita dan apalagi melakukan hubungan seks.
” SAY NO TO SEKS “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar