Minggu, 23 November 2014

Artikel batik



Pemaparan Makna Simbolik Motif Batik Tradisional           
                                                    
 Setiap  motif batik mempunyai makna filosofis. Makna-makna tersebut menunjukkan kedalaman pemahaman terhadap nilai-nilai lokal. Dan, sampai sekarang nilai-nilai tersebut masih bertahan.
    Berikut ini akan dipaparkan beberapa makna  filosofis motif batik :
1.      Motif Sawat
Sawat berarti melempar. Dahulu kala, orang jawa percaya dengan para dewa sebagai kekuatan yang mengendalikan alam semesta.  Salah satu dewa tersebut adalah Bathara Indra. Dewa ini mempunyai senjata yang disebut wajra atau bajra, yang berarti pula thathit (kilat). Senjata pusaka tersebut digunakan dengan cara melemparkan (Jawa : nyawatake).
      Bentuk senjata Bathara Indra tersebut menyerupai seekor ular yang bertaring tajam serta bersayap (Jawa : mawa lar). Senjata ini bila dilemparkan akan menyambar-nyambar di udara dan mengeluarkan suara yang amat keras dan menakutkan. Walaupun menakutkan , wajra juga mendatangkan kegembiraan sebab ia dianggap sebagai pembawa hujan. Senjata pusaka Bathara Indra ini diwujudkan kedalam motif batik berupa sebelah sayap dengan harapan agar si pemakai akan selalu mendapatkan perlindungan dalam kehidupannya.
2.      Motif Gurda
Gurda berasal dari kata garuda. Seperti diketahui, garuda merupakan burung besar. Dalam pandangan masyarakat jawa, burung garuda mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Bentuk motif gurda ini terdiri dari dua buah sayap (lar) dan di tengah-tengahnya terdapat badan dan ekor. Motif gurda ini juga tidak lepas dari kepercayaan masa lalu. Garuda merupakan tunggangan Bathara Wisnu. Dewa ini dikenal sebagai Dewa Matahari.
Karena garuda menjadi tunggangan Batara Wisnu, maka Garuda juga dijadikan sebagai lambang matahari. Oleh masyarakat Jawa, garuda selain sebagai simbol kehidupan juga sebagai  simbol kejantanan.
3.      Motif Meru
Kata Meru berasal dari gunung Mahameru.  Gunung ini dianggap sebagai tempat tinggal atau singgasana bagi Tri Murti, yaitu Sang Hyang Wisnu,  Sang Hyang Brahma dan Sang Hyang sumber dari segala kehidupan,  sumber kemakmuran, dan segala kebahagiaan hidup di dunia, oleh karena itu,  Meru digunakan sebagai motif kain batik agar si pemakai selalu mendapatkan kemakmuran dan kebahagiaan.
4.      Motif Semen

 
Kata semen berarti seni atau tunas motif ini masih berhubungan dengan motif meru. Konon di puncak gunung Mahameru terdapat tunas-tunas atau tumbuhan-tumbuhan yang selalu bersemi.
            Di antara pepohonan tersebut terdapat pohon-pohon yang dianggap keramat,
-          Pohon sandilata (pohon hidup).  
-          Pohon yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati.
-          Pohon soma yang dapat memberikan kesaktian.
-          Pohon jambuwriksa, yang mempunyai ketinggian yang menjulang sampai ke angkasa dengan cabang-cabang yang sangat banyak.
-          Pohon acwata yang akarnya menjulur sampai ke bawah di anggap sebagai lambang milik Sang Hyang Wisnu melambangkan sinar matahari.
-          Pohon yang kekal abadi, pohon plasa dianggap milik Sang Hyang Brahma, pohon yagroda milik Sang Hyang Syiwa .
            Pohon-pohon tersebut dianggap sebagai simbol kehidupan manusia di dunia. Oleh karena itu ketika dijadikan motif batik diharapkan agar si pemakai selalu dapat berhubungan dengan Sang Maha Pencipta.


5.      Motif  Bango-Tulak
Motif bangau- tulak terdiri dari dua warna hitan dan putih. Dalam sejarah batik, motif ini dianggap sebagai motif tertua. Nama bangau-tulak  berasal dari nama burung, yaitu burung tulak.
            Burung ini berwarna hitam dan putih.
Burung ini dianggap sebagai lambang umur panjang. Warna hitam diartikan sebagai lambang kekal (jawa:langgeng) sedang warna putih sebagai lambang hidup (sinar kehidupan), dengan kehidupan hitam-putih melambangkan hidup kekal.
Motif bango - tulak sampai sekarang masih sering dipergunakan baik sebagai pakaian sehari-hari dan upacara-upacara adat. Dalam upacara seperti perkawinan, mendirikan rumah, terutama apabila rumah tersebut mempergunakan tiang-tiang kayu, maka kain ini dipergunakan sebagai penutup ujung tiang atas sebagai penyangga blandar.
6.      Motif Sindur
Sindur merupakan motif batik dengan dominasi warna merah dan putih. Warna merah terdapat pada tengah, dan putih pada bagian pinggir, membentuk gelombang.  Kedua warena tersebut melambangkan asal mula kehidupan.  Warna putih mengandung arti hidup (bapa) sedang merah melambangkan arti suci (biyung).
 Oleh karena itu, batik motif ini sering dipakai dalam upacara pernikahan. Dalam upacara pernikahan, pemakaian sindur dimaksudkan mempertemukan laki-laki dan perempuan sebagai cikal bakal dari kelahiran hidup di dunia.
7.      Motif Gadhung Mlathi
Kata gadhung mempunyai arti hijau  (warna hijau) . Warna tersebut melambangkan kemakmuran.  Mlathi adalah bunga melati yang berwarna putih dan berbau harum. Harum dari melati mengandung kesusilaan atau rasa susila.
Motif gadhung mlathi merupakan kombinasi dari warna hijau dan putih. Warna putih terlatak ditengah dan hijau dibagian pinggir. Motif ini sering pula dipergunakan oleh pengantin pria maupun pengantin wanita. Namun sekarang motif ini jarang dipergunakan lagi pada kain (jarik), melainkan hanya kemben bagi perempuan dan ikat kepala bagi pria.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar