Batik dan Perkembangannya di
Tulungagung
BATIK merupakan
kesenian warisan nenek moyang kita. Seni batik mempunyai nilai
seni yang tinggi, perpaduan
seni dan teknologi. Batik
menarik perhatian bukan semata-mata hasilnya, tetapi juga proses
pembuatanya. Inilah yang kemudian membuat batik diakui oleh dunia.
Menurut Kuswadji, batik berasal dari bahasa
jawa,”MBATIK”, kata mbat dalam bahasa
yang juga disebut ngembat . Arti
kata tersebut melontarkan atau melemparkan. Sedangkan kata tik bisa diartikan titik. Jadi,yang dimaksud
batik atau mbatik adalah melemparkan titik berkali-kali pada kain.
Sedangkan
menurut Soedjoko, batik berasal dari
bahasa Sunda. Dalam bahasa Sunda, batik berarti oses
menyunging pada kain dalam proses pencelupan. Istilah batik dalam bahasa Sunda bisa ditemukan
dalam babad sengkala (1633) dan pandji
djaja lengkara(1770).
Batik mulai berkembang pada zaman kerajaan majapahit
dan penyebaran islam di jawa. Pada
mulanya, batik
hanya di buat terbatas oleh kalangan kraton. Hasilnya
kemudian dipakai oleh raja dan keluarga serta para pengikutnya. Batik dibawa keluar keraton oleh para pengikut raja dari sinilah kesenian
batik kemudian berkembang di masyarakat.
Berikut ini periode perkembangan batik:
Zaman Kerajaan Majapahit
Kerajaan majapahit merupakan salah satu kerajaan maritime
di Indonesia. Selain mengembangkan perdagangan, majapahit juga
mengembangkan batik. Pusat-pusat pembuatan batik pada waktu itu berada di
daerah Mojokerto dan Tulungagung. Mojokerto di kenal sebagai pusat kerajaan Majapahit. Di tempat ini
masyarakat mengembangkan batik. Pada saat kerajaan Majapahit mulai memperluas
kekuasannya, batik pun ikut menyebar. Tulungagung
merupakan salah satu daerah yang di tundukkan oleh Majapahit.
Pada waktu itu daerah Tulungagung masih berupa rawa-rawa
dengan nama daerah bono rowo. Penguasa Tulungagung, Adipati
Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan majapahit. Maka
di seranglah Tulungagung.
Ketika Tulungagung berhasil
di tundukkan, banyak pasukan Majapahit yang tinggal di daerah tersebut. Merekalah
yang kemudian mengembangkan batik di Tulungagung. Ciri khas dari batik Kalangbret (Tulungagung) hampir
sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta. Warna dasarnya putih dan warna
coraknya coklat muda dan biru tua.
Zaman perkembangan islam
Pada saat islam mulai berkembang, batik juga ikut
berkembang, salah satunya di Ponorogo, Jawa Timur. Di
daerah ini, pada masa era islam mulai berkembang, terdapat pesantren di daerah
Tegalsari. Pesantren ini di asuh Kyai Hasan Basri atau yang di kenal dengan sebutan
Kyai Agung Tegalsari.
Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh
raja Kraton Solo. Istri Kyai Hasan Basri inilah yang memperkenalkan batik di Ponorogo.
Peristiwa inilah yang
membawa seni batik keluar dari keraton
menuju ke Ponorogo.
Pemuda-pemudi
yang dididik di Tegalsari
ini kalau sudah keluar, mereka akan menyumbangkan dharma bakti di Ponorogo
dalam bidang-bidang kepamongan dan agama.
Daerah perbatikan ulama yang bias kita lihat
sekarang ialah daerah Kauman, yaitu Kepatihan Wetan sekarang. Dari sini meluas
ke desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan,
Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut.
Waktu itu obat-obat yang dipakai dalam pembatikan
ialah buatan dalam negeri
sendiri, yaitu dari kayu-kayuan antara lain: pohon tom, mengkudu, kayu tinggi.
Sedangkan bahan kain putihnya juga memakai buatan sendiri dari tenunan gendong.
Batik Solo dan
Yogyakarta
Batik di daerah Yogyakarta dan Solo di kenal
semenjak kerajaan Mataram, pada masa Panembahan Senopati. Batik berkembang
didaerah Plered. Sama seperti zaman Majapahit, awalnya batik terbatas dalam
lingkungan keluarga keraton. Para ratu yang mengajarkan proses pembuatan batik.
Lama kelamaan, batik keluar kraton. Pada upacara resmi kerajaan keluarga
keraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombinasi batik dan
lurik. Kemudian batik mulai berkembang ketika rakyat
tertarik pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga keraton.
Batik terus meluas dan berkembang beriring dengan berbagai
peristiwa yang terjadi di kerajaan Mataram. Ketika terjadi
peperangan, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap di
daerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan ke daerah timur, Ponorogo,
Tulungagung.
Pada saat terjadi perang Diponegoro melawan
belanda,mendesak pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya harus
meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian
tersebar kearah timur dan barat.
Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan
pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik.
Batik solo dan Jogja kemudian menyempurnakan corak
batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung. Selain itu juga menyebar
ke gresik, Surabaya
dan Madura. Sedang
kearah barat batik berkembang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar